Sabtu, 13 Agustus 2011

syarat sah dan syarat wajib puasa

Bismillahirrohmaanirrohiim,,,,
Ahlan wasahlan ikhwafillaah,, ^_^
Karena sekarang kita sedang berada di bulan yang mulia yakni bulan ramadhan, kami mau berbagi sedikit ilmu mengenai puasa,,
Puasa menurut arti bahasa adalah menahan diri, sedangkan menurut syara’ adalh menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari karena semata-mata perintah Allah, dengan di sertai niat dan syarat-syarat tertentu. (fiqih islam karya Ust. Drs. Moh. Saifulloh Al-aziz)
Adapun dasar hukum melaksanakan puasa terdapat dalam firman Allah Q.S Al-Baqarah : 183 yang artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”
Dalam puasa ada beberapa syarat tertentu, dii antaranya adalah syarat sahnya puasa dan syarat wajib puasa.
Menurut Syekh Nawawi dalam kitab Sapinatunnaja syarat sahnya puasa itu ada 4, yaitu :
  1. Islam
  2. ‘Aqlun (Tamyiz), artinya orang yang d perbolehkan puasa yaitu orang-orang atau anak-anak yang sudah bisa membedakan antara baik dan buruk. Tegasnya bukan anak-anak yang terlalu kecil bukan pula orang yang kehilangan akalnya atau gila.
  3. Niqo’ u min nahwi haidin, artinya suci dari hadas (missal haid). Wanita yang sedang haid atau nifas tidak d bolehkan untuk berpuasa, namun wajib baginya meng qodo puasa yang ditinggalkannya pada waktu lain.
  4. ‘ilmun bikaunil wakti qobilan lisshoumi, artinya mengetahui waktu yang d perbolehkan untuk berpuasa, misal di bulan ramadhan.
Adapun syarat wajibnya puasa (masih menurut Syekh Nawawi dalam kitab Sapinatunnaja ) itu ada lima macam, yakni :
  1. Islam
  2. Taklifun, atau bahasa lainnya yaitu baligh dan berakal. Artinya  orang yang sudah masuk usia baligh namun berakal atau tidak gila. Bagi anak-anak yang belum mencapai usia baligh belum d wajibkan berpuasa, akan tetapi bila mereka kuat mengerjakan puasa mereka boleh di ajak untuk berpuasa.
  3. Ithoqotun (kuat), artinya puasa diwajibkan bagi orang yang kuat (tidak sakit), tidak diwajibkan bagi orang sakit dan orang tua yang sudah pikun. Bagi orang yang sakit puasanya bisa dibayar dngan puasa lagi (qodo) atau jika tetap sakit maka d bayar dengan fidyah dan bagi orang tua yang sudah pikun puasanya dibayar dengan fidyah.
  4. Shihhatun (sehat), artinya puasa d wajibkan bagi orang sehat, bagi orang sakit tidak d wajibkan puasa namun tetap harus di qodo ketika dia sembuh (tentunya di qodo di waktu lain).
  5. Iqomatun, wajib puasa bagi orang yang muqim. Tegasnya diperbolehkan untuk tidak berpuasa bagi orang yang sedang melakukan perjalanan (safar).
Alhamdulillah sampai disini dulu pembahasannya,,,nanti kita sambung lagi,,, :-)
Mohon maaf yang sebesar-besarnya Jika terdapat kekeliruan dalam pembahasan kami,,,,
Sesungguhnya kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah semata,,,,
Jazakallaahu khairan katsiiroo,,,
 “SEMOGA BERMANFAAT (^_^)”

Rabu, 20 April 2011

Mentoring Pertemuan Terakhir & Postest TA 2010/2011

Alhamdulillah mentoring semester II telah selesai pada hari Selasa tanggal 19 April 2011, selama sepuluh pertemuan telah dilaksanakan oleh para peserta mentoring dari tingkat 1. Banyak pengalaman dan tentunya pengetahuan yang telah didapat, khususnya dalam pengetahuan Agama Islam. Walaupun mentoring 'wajib' telah selesai akan tetapi hal ini bukanlah akhir dari semangat kita untuk selalu mencari ilmu, karena pada hakikatnya mencari ilmu adalah sepanjang hayat, dari buaian sampai ke liang lahat. Apalagi kita sebagai generasi muda Islam, sejatinya jangan pernah merasa puas dengan ilmu agama yang kita miliki. Selain itu, yang paling penting adalah aplikasi atau penerapan dari ilmu yang telah kita peroleh selama satu tahun mentoring, jangan sampai apa yang kita peroleh selama mentoring ibarat angin lalu tanpa ada sesuatu yang 'nempel' atau perubahan apapun dalam diri kita untuk menjadi lebih baik. "Ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah".

Bagi sahabat tutorial silahkan untuk memberikan kesan, pesan dan harapannya setelah mengikuti mentoring, dengan menuliskan komentar pada postingan ini, jangan lupa tulis nama, kelas, dan NIM sahabat... Jzk.. :)

Senin, 07 Maret 2011

Tugas Akhir Mentoring

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Ikhwahfillah silahkan mendownload tugas akhir mentoring di link :
http://www.4shared.com/document/Npyt-Y5N/TUGAS_AKHIR_MENTORING.html
informasi lebih lanjut hubungi masing - masing murobbi/murobbi'ah.
Jazakumulloh khoiron katsiron, semoga Alloh memudahkan.

Minggu, 27 Februari 2011

Tsabit dan Sebuah Apel

Seorang lelaki shalih bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba ia melihat sebuah apel terjatuh di luar pagar suatu kebun buah-buahan. Melihat apel merah yang ranum itu tergeletak di tanah, terbitlah air liur Tsabit. Apalagi hari begitu panas dan Tsabit tengah kehausan. Tanpa berpikir panjang Tsabit memungut dan memakan apel itu. Tapi baru setengah memakannya Tsabit ingat: apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin dari pemiliknya.
Tsabit pun bergegas masuk ke dalam kebun itu. Ia hendak menemui si pemilik kebun dan meminta si pemilik menghalalkan sebuah apel yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya,” kata Tsabit kepada orang itu. Namun ornag itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya orang yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebun ini.”
Tsabit pun bertanya, “Di mana rumah pemilik kebun ini? Aku harus menemuinya untuk meminta ia menghalalkan apel yang telah kumakan ini.”
“Untuk sampai ke sana engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam,” jawab si penjaga kebun.
“Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah saw. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: ‘Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka’,” tukas Tsabit tegas.
Tsabit pergi ke arah yang ditunjuk penjaga kebun. Ia menuju rumah si pemilik kebun. Dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Si pemilik rumah membukakan pintu. Tsabit langsung memberi salam dengan sopan.
“Wahai Tuan, saya terlanjur memakan setengah dari sebuah apel yang jatuh ke luar dari kebun milik Tuan. Karena itu, saya datang untuk meminta Tuan menghalalkan apa yang sudah saya makan itu.”
Lelaki tua si pemilik kebun itu mengamati Tsabit dengan cermat. Lalu dia berkata, “Tidak! Aku tidak akan menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.”
Tsabit khawatir tidak dapat memenuhi syarat itu. Namun, ia tidak punya pilihan. “Apa syarat itu, Tuan?”
Si pemilik kebun menjawab dengan jawaban yang di luar dugaan. “Engkau harus mengawini putriku!”
Tsabit bin Ibrahim terkejut. “Hanya karena aku makan setengah buah apel yang jatuh keluar dari kebun Tuan, saya harus mengawini putri Tuan?” Tsabit membuat pertanyaan dengan warna penuh keheranan.
Tapi si pemilik kebun itu tidak peduli. Bahkan ia menambahkan, “Engkau juga harus tahu. Putriku punya kekurangan. Ia buta, bisu, dan tuli. Ia juga lumpuh.”
Tsabit terkejut. Haruskah ia menikahi perempuan seperti itu hanya karena ia memakan sebuah apel tidak dihalalkan baginya?
Si pemilik kebun itu kembali menegaskan sikapnya, “Aku tidak akan menghalalkan apel yang engkau makan kecuali engkau penuhi syarat itu.”
Tsabit yang tidak ingin di tubuhnya ada barang haram dengan tegas menjawab, “Baik, aku terima karena aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah meridhaiku. Mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala.”
Pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi untuk menyaksikan akad nikah itu. Setelah akad nikah selesai, Tsabit dipersilakan menemui istrinya. “Assalamu”alaikum!” Tsabit tetap mengucapkan salam, walau tahu istrinya tuli dan bisu.
Tsabit kaget. Ada suara wanita menjawab salamnya. Tsabit masuk menghampiri wanita itu. Wanita itu mengulurkan tangan menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut.
Setelah duduk di samping istrinya, Tsabit bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa kamu buta. Mengapa?”
Wanita itu menjawab, “Ayahku benar. Aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah.”
Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan kamu tuli, mengapa?”
“Ayahku benar. Aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat Allah ridha,” jawab wanita itu. “Ayahku pasti juga mengatakan kepadamu aku bisu dan lumpuh, bukan?”
Tsabit mengangguk mengiyakan pertanyaan istrinya itu.
“Aku dikatakan bisu karena aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah saja. Aku dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang membuat Allah gusar.”
Tsabit begitu bahagia. Ia mendapat istri yang shalihah. Apalagi wajahnya bagaikan bulan purnama di malam gelap. Dari pernikahan ini Tsabit dan istrinya dikaruniai seorang putra yang kelak menjadi ulama yang menjadi rujukan dunia: Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit.



Source : dakwatuna.com


Jumat, 18 Februari 2011

ISLAM KOK PACARAN?!

oleh Aliman Syahrani
Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa.
Selama ini tempaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah.
Kalau ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).
Bagaimanapun mereka yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang berpacaran cenderung mengenang dianya. Waktu luangnya (misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?
Atas dasar itulah ulama memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua. Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !
Sudah banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat science dan peradaban modern (westernisasi). Islam sendiri sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah canggihnya memberi penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa yang dilontarkan Rasulullah SAW : "Apabila seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud).
Namun Islam juga, jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at ! Terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: "Janganlah salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita, kecuali bersama dengan muhrimnya." Tabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain: "Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati."
Tapi mungkin juga ada di antara mereka yang mencoba "berdalih" dengan mengemukakan argumen berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut : "Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, atawa memberi karena Allah, dan tidak mau memberi karena Allah, maka sungguh orang itu telah menyempurnakan imannya." Tarohlah mereka itu adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang nggak bakalan terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi "dunia berpacaran" mereka. Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka dapat mengendalikan kemudi "perahu pacaran" itu ? Dan jika kita kembalikan lagi kepada hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang mencintai karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang, lalu benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ? Dan bagaimana mereka merealisasikan "mencintai karena Allah" tersebut ? Kalau (misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai buka aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi si cewek, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai "mencintai karena Allah ?" Jawabnya jelas tidak !
Dalam kaitan ini peran orang tua sangat penting dalam mengawasi pergaulan anak-anaknya terutama yang lebih menjurus kepada pergaulan dengan lain jenis. Adalah suatu keteledoran jika orang tua membiarkan anak-anaknya bergaul bebas dengan bukan muhrimnya. Oleh karena itu sikap yang bijak bagi orang tua kalau melihat anaknya sudah saatnya untuk menikah, adalah segera saja laksanakan.

Ijtihad dalam Islam

Definisi Ijtihad
Menurut bahasa berarti bersungguh-sungguh.
Menurut istilah berarti sebuah usaha sungguh-sungguh seorang mujtahid (orang-orang yang melakukan ijtihad).
Ijtihad ialah mencurahkan segala fikiran dalam mencapai hukum syara dengan jalan mengambil kesimpulan dari qur’an dan sunah.

Ciri – Ciri Ijtihad
Ijtihad tidak keluar dari Alquran dan Hadits.
Menggunakan pendekatan akal.
Ijtihad merupakan produk akal sehingga memiliki keterbatasan – keterbatasan.
Hasilnya bersifat relatif dan temporal.
Setiap ijtihad tidak dapat dinilai benar atau salah.
Rasulullah SAW bersabda “Hakim apabila berijtihad kemudian mencapai kebenaran, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ijtihad dapat dilakukan secara perorangan (Ijtihad Fardi) juga secara kelompok(Ijtihad Jama’i).
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa saja yang boleh berijtihad.

Tujuan Ijtihad
Mencapai sebuah keputusan atau kesimpulan hukum syarak mengenai suatu kasus hukum yang penyelesaiannya yang belum tertera di dalam Alquran dan Hadits.

Kapan Ijtihad Diperlukan?
Ijtihad diperlukan Ketika suatu kasus/kejadian membutuhkan penyelesaian yang penyelesaiannya belum tertera di dalam Alquran dan Hadits.

Kedudukan Ijtihad
Ijtihad pada dasarnya tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak.
Suatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, bersifat relatif dan temporal.
Ijtihad tidak berlaku dalam urusan ibadah mahdah. Ibadah mahdah hanya diatur oleh Alloh dan Rasulullah.
Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Alqur’an dan hadits.
Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor (motovasi, akibat, kemshlahatan umum, nilai-nilai).

Metodologi Ijtihad

• Qiyas
• Istihsan
• Maslahah murshalah
• Urf (Adat kebiasaan)

Qiyas
Qiyas adalah mempertemukan suatu perkara yang tidak ada nashnya dengan hukum yang sudah ada nashnya karena persamaan ‘illat hukum (maksud dan tujuan hukum) dari kedua peristiwa itu.
Istihsan
Istihsan merupakan perluasan dari qiyas. Istihsan adalah meninggalkan qiyas khafi (qiyas samar-samar) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-samar) atau meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum istisna’i (pengecualian) disebabkan ada dalil logika yang membenarkannya.
Maslahah murshalah
Maslahah murshalah adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada nashnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemadharatan.

Urf (Adat kebiasaan)
Urf (Adat kebiasaan) adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengna aturan-aturan prinsipal dalam alquran dan hadits.

Rabu, 02 Februari 2011

Tata Tertib Mentoring Semester II Thn 2010/2011


TATA TERTIB
PROGRAM TUTORIAL MKU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UPI KAMPUS PURWAKARTA
SEMESTER 2

1.      Seluruh Mahasiswa tingkat 1 wajib/harus mengikuti seluruh kegiatan tutorial Universitas Pendidikan Indonesia kampus Purwakarta selama 1 tahun sebagai bagian dan syarat kelulusan dari mata kuliah PAI dan prasyarat mengontrak mata kuliah SPAI di semester  5.
2.      Kegiatan pokok semester ini berupa : Kuliah Dzuhur, mentoring, mabit, dan lain-lain.
3.      Tata Tertib Kuliah Dzuhur :
a.      Kuliah dzuhur dilaksanakan sebanyak 10 kali pertemuan setiap hari Selasa pukul 13.00 WIB tempat di mesjid Al-Furqon atau aula barat.
b.      Minimal kehadiran 70%. Bagi yang tidak mengikuti kuliah Dzuhur lebih dari 3 kali pertemuan dinyatakan tidak lulus tutorial dan harus mengulang tahun depan
c.       Seluruh peserta kuliah dzuhur harus mencatat resume kuliah dzuhur dan mengumpulkannya ketika mentoring kepada mentornya masing-masing.
d.      Seluruh peserta kuliah dzuhur harus membawa dan  menyerahkan kartu absensi kuliah dzuhur kepada petugas absensi dan menandatangani absen, sebelum memasuki mesjid/aula barat.
e.      Kartu absensi kuliah dzuhur tidak boleh hilang dan rusak serta harus selalu dibawa ketika kuliah dzuhur.
f.        Bagi yang tidak bisa mengikuti kuliah dzuhur harap meminta izin kepada  pengurus bidang ketutoran (CP:085221101588 a.n Apriyani).
g.      Hadir tepat waktu, keterlambatan akan mempengaruhi nilai dan menjadi pertimbangan kelulusan.
4.      Tata Tertib Mentoring:
a.      Mentoring dilaksanaan sebanyak 10 kali pertemuan setiap hari selasa setelah kuliah dzuhur,tempat kondisional sesuai  kesepakatan kelompok masing-Masing.
b.      Kehadiran minimal 70%. Bagi yang tidak mengikuti mentoring sebanyak 3 kali pertemuan kelulusannya akan ditangguhkan (lulus bersyarat) dan bagi yang tidak mengikuti mentoring lebih dari 3 kali pertemuan dinyatakan Tidak lulus tutorial dan harus mengulang tahun depan.
c.       Bagi yang tidak bisa mengikuti mentoring harap meminta izin kepada mentornya masing-masing.
d.      Teknik dan aspek penilaian akan diberitahukan oleh mentornya masing-masing.
e.      Akan diadakan pretest sebelum mentoring  dan post test setelah selesai 10 kali pertemuan mentoring.
f.        Tugas  mentoring: dan Hafalan hadits (untuk selengkapnya akan disampaikan oleh mentor).
g.      Hadir tepat waktu, keterlambatan akan mempengaruhi nilai dan menjadi pertimbangan kelulusan.
h.      Mengikuti semua arahan dan tugas dari mentornya masing-masing.
5.      Untuk kegiatan-kegiatan lain akan disampaikan menyusul.
6.      Di lingkungan kampus, baik dalam kegiatan tutorial maupun diluar kegiatan tutorial diharapkan berpakaian rapi dan sopan (Untuk akhwat kerudung menutupi dada dan memakai rok).
7.      Untuk laki-laki tidak boleh merokok.
8.      Jika ada tata tertib yang diabaikan akan dijadikan pertimbangan kelulusan tutorial.
9.      Diberlakukan  sistem akumulasi poin bagi peserta tutorial yang melakukan kesalahan.
Kesalahan berat  (10 poin): merokok, pakaian tidak syar’i bagi ikhwan dan akhwat, bersentuhan dengan  bukan muhrim secara disengaja, tidak mengikuti kegiatan tutorial tanpa alasan syar’i, berlaku tidak sopan dan bertindak melawan terhadap dosen, mentor maupun pengurus tutorial selama dalam koridor kebaikan.
Kesalahan ringan  (5 poin): Telat mengikuti kegiatan tutorial tanpa alasan syar’i , Tidak mengerjakan tugas tutorial, berkata kasar, tidak sopan dan kotor.
Kriteria Kelulusan:
80-100 poin     : Tidak Lulus
25-79 poin       : Lulus bersyarat

Selayang Pandang


Pada awal berdirinya (sekitar tahun 1984), Program Tutorial lahir dari adanya keinginan dan harapan yang dimiliki oleh para mahasiswa muslim yang aktif di Masjid al-Furqan sebagai masjid kampus IKIP Bandung pada saat itu (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang kini berubah nama menjadi Universitas Pendidikan Indonesia) yang masih merasakan kurangnya sarana syiar Islam didalam kampus tersebut. Keinginan dan harapan itulah yang kemudian dimanifestasikan dalam satu kegiatan yang dinamakan Program Tutorial. Program Tutorial yang diselenggarakan di kampus IKIP Bandung tersebut dimaksudkan juga sebagai sarana silaturahim antara sesama mahasiswa muslim untuk menciptakan keharmonisan dan rasa kebersamaan dari setiap fakultas yang ada di institusi tersebut.
Pada awal keberadaannya, kegiatan program tutorial terbilang masih sangat sederhana dan hanya berupa pengajian atau ta’lim yang diikuti oleh mahasiswa muslim yang mau terlibat (tidak diwajibkan) dan dilakukan pada waktu dhuha (selama dua jam dari pukul 08.00 sampai dengan 10.00 WIB), sehingga program tutorial ini lebih dikenal dengan istilah “Kuliah Dhuha”.
Dalam perkembangan selanjutnya, program tutorial ini (kuliah dhuha) telah berhasil masuk kedalam jajaran birokrasi IKIP Bandung dengan memasukan kegiatan kuliah dhuha tersebut kedalam kegiatan/tugas terstruktur pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga seluruh mahasiswa pengontrak mata kuliah PAI berkewajiban mengikuti kegiatan ini setiap pekannya.
Jika kita menilik program pembinaan keagamaan sejenis di berbagai kampus lain, maka Program Tutorial memiliki perbedaan dalam sejarah eksistensi dan perkembangannya. Perbedaan Program Tutorial dengan program sejenis pada lembaga lain tersebut adalah sampai saat ini Program Tutorial masih tetap istiqamah mengadakan kegiatannya secara rutin pada setiap pekan (Sabtu/Ahad), sehingga masjid Al-Furqan ini tetap hidup pada hari libur kampus dimana mahasiswa lain sedang berlibur.
Pada perkembangan berikutnya, program ini telah mandiri dengan terus mengembangkan sayap dakwahnya melalui program-program ataupun kegiatan-kegiatan dakwah lain. Bahkan model pembinaan (tutorial) yang dilakukan pun tidak hanya pada kegiatan indoor saja, juga tidak hanya pada tatap muka secara langsung, bahkan tidak melulu melakukan kegiatan yang sifatnya general atau klasik, tetapi sudah lebih variatif dan inovatif dengan harapan agar benar-benar mampu memaksimalkan dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki.
Pemberian nama Program Tutorial bukanlah sembarangan nama, namun memiliki filosopi tersendiri. Hal ini pun seringkali menjadi bahan pertanyaan perguruan tinggi lain yang ingin sekedar tahu atau studi banding mengenai Program Tutorial. Program ini memang tidak hanya berisi mentoring (bimbingan) atau juga tidak seperti halnya lembaga dakwah kampus (walapun pada kenyataannya Program Tutorial pun bergerak di ranah dakwah) yang sasaran atau kegiatan dakwahnya justru lebih luas. Secara makna bahasa antara tutorial dengan mentoring memang memiliki kesamaan arti, namun secara khusus pada Program Tutorial lebih mengarahkan kegiatannya pada aspek pembinaan keislaman secara lebih luas, sehingga kegiatan apapun yang bertujuan untuk membina keislaman mahasiswa secara umum, perlu dilakukan dan tidak terbatas pada kegiatan mentoring saja. Salah satu tujuan pemilihan nama Program Tutorial adalah agar lebih memiliki jati diri sendiri, walaupun secara istilah kata tutorial atau mentoring memiliki kesamaan arti yang cukup dekat.
Sesuai dengan fitrahnya bahwa sesuatu yang bergerak pasti akan berkembang, maka begitupun yang terjadi dengan Program Tutorial mengalami banyak perkembangan, baik itu secara internal dalam struktur kepengurusan, maupun eksternal yang berkaitan dengan ekspansi dakwah, baik ke kampus daerah UPI yang tersebar di 5 daerah (Serang, Tasik, Purwakarta, Sumedang, dan Cibiru) maupun di kampus perguruan tinggi lain yang sengaja meminta bantuan Program Tutorial terutama dalam tata kelola Program Tutorial.
Jika dibandingkan struktur kepengurusan Program Tutorial saat ini dengan beberapa tahun ke belakang, maka terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan. Bahkan dalam jenjang satu kepengurusan pun ada saja pengembangan yang dilakukan. Oleh karena itu, secara struktural belum ada yang baku di Program Tutorial Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk menciptakan fleksibilitas Program Tutorial dalam mengakomodir berbagai kondisi dan kebutuhan dakwah yang juga semakin dinamis dan semakin berkembang.
Dalam perjalanannya hingga saat ini, Program Tutorial telah menjadi salah satu program percontohan dalam kegiatan mentoring di kampus-kampus lain di Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dengan banyaknya perguruan tinggi yang melakukan studi banding ke UPI untuk mengetahui secara lebih jauh tentang apa, mengapa dan bagaimana penyelenggaraan Program Tutorial. Tentu hal ini menjadi satu tantangan besar bagi Program Tutorial untuk lebih menyempurnakan model pembinaan yang telah ada, sehingga model Program Tutorial ini benar-benar layak dan ideal untuk dijadikan model percontohan.

Visi dan Misi Program Tutorial 

1.      Visi

Visi Program Tutorial adalah : "Mewujudkan Mahasiswa Lulusan Mata Kuliah PAI yang memiliki Integritas Moral Islam dan Unggul."
      2.      Misi
Berangkat dari visi tersebut, maka yang menjadi misi Program Tutorial adalah:
a.       Mengembangkan lingkungan kegiatan Program Tutorial yang kondusif dan nyaman bagi peserta Program Tutorial;
b.      Meningkatkan cara berpikir ilmiah islami yang integral;
c.       Meningkatkan kualitas tutor
d.      Meningkatkan kinerja pengurus dan mengembangkan potensi pengurus Program Tutorial;
e.       Meningkatkan Pelayanan Penyelenggaraan Tutorial.

Rencana Strategis 

Untuk menunjang ketercapaian visi dan misi Program Tutorial, maka disiapkan strategi sebagai berikut:

a.       Optimalisasi Peran Dosen PAI dalam melaksanakan tugas pembinaan dan bimbingan;
b.      Pelatihan Soft Skill bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Tutorial;
c.       Melengkapi sarana dan prasarana pelaksanaan Program Tutorial;
d.      Reaktualisasi materi dan metode yang variatif;
e.       Mengembangkan paradigma berpikir Islami yang kritis, dinamis, kreatif, dan inovatif.